Dalam dunia pendidikan kita diharuskan untuk membuat perangkat pembelajaran agar cara belajar dan mengajar bisa epektif dan berjalan dengan baik. Seorang pendidik selain harus mampu atau menguasai bidang keahliannya atau jurusan pendidikan yang diampunya maka dituntut harus mampu pula membuat perangkat pembelajaran. kenapa seperti itu, karena dengan perangkat pembelajaran maka kita akan mudah mengelola kelas dengan baik, dalam artian sebelum masuk ke kelas maka kita sudah menyiapkan segala macam kebutuhan dengan persiapan yang matang. Berikut beberapa perangkat pembelajaran yang harus disiapkan oleh pendidik sebelum dia masuk ke ruangan kelas: 1. Pekan efektif ini biasanya didapatkan dengan melihat kalender pendidikan 2. Prota atau sering dikenal dengan program tahunan 3. Promes atau program semester Silabus 4. RPP (Rencana Perangkat Pembelajaran) Format penilaian 5. Buku materi pembelajaran itu adalah hal-hal yang dibutuhkan dalam pembuatan perangkat pembelajaran. Selain itu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Instrumen memegang peranan yang
sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau
kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau
validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang
ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta
menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang
memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai
dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas
instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan
reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak
sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang
keliru.
Untuk mengumpulkan data dalam
suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan
dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah
tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk
mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Dengan demikian, jika
instrumen baku telah tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian maka
kita dapat langsung menggunakan instrumen tersebut, dengan catatan bahwa teori
yang dijadikan landasan penyusunan instrumen tersebut sesuai dengan teori yang
diacu dalam penelitian kita. Selain itu konstruk variabel yang diukur oleh
instrumen tersebut juga sama dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur
dalam penelitian. Akan tetapi, jika instrumen yang baku belum tersedia untuk
mengumpulkan data variabel penelitian, maka instrumen untuk mengumpulkan data
variabel tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti.
Dalam rangka memahami
pengembangan instrumen penelitian, maka berikut ini akan dibahas mengenai
beberapa hal yang terkait, diantaranya pengertian instrumen, langkah-langkah
pengembangan instrumen, validitas dan reliabilitas.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Sebagaimana
latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut
:
1. Apa
pengertian instrument penelitian?
2. Apa
saja jenis instrumen penelitian?
3. Bagaimana
kriteria instrumen penelitian yang baik?
1.3 TUJUAN
RUMUSAN MASALAH
Sebagaiman
rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.Apa
pengertian instrument penelitian?
2.Apa
saja jenis instrumen penelitian?
3.Bagaimana
kriteria instrumen penelitian yang baik?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN INSTRUMEN
Instrument penelitian
adalah alat – alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam
rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. Jika data
yang diperoleh tidak akurat (valid), maka keputusan yang diambilpun akan tidak
tepat.
Instrumen memegang
peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian dan penilaian. Fungsi
instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data. Menurut Arikunto, data
merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis, benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya
instrumen pengumpulan data.
2.2 JENIS - JENIS INSTRUMEN PENELITIAN
Secara
garis besar instrument penelitian sosial dan pendidikan terbagi menjadi dua
bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian
kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil
semata, dan yang terpenting adalah berusaha memahami makna dari suatu kejadian
atau berbagai interaksi dalam situasi yang wajar (Bogdan & Biklen,
1982:27-30).
Oleh
karena itu instrument yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan si
peneliti itu sendiri. Pemanfaatan manusia sebagai instrument penelitian
dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna
dari suatu peristiwa atau berbagai interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba
(1985) ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi instrument yang memiliki
kualifikasi baik, yaiti: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4)
memahami konsep yang tak terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung,
(6) mampu mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, (7) mampu
mengeksplorasi respon yang khusus dan istimewa. Singkatnya semua alat – alat
yang digunakan oleh peneliti kualitatif dalam mengumpulkan data adalah sekedar
alat bantu, sedangkan instrument utamanya adalah dirinya sendiri.
Penelitian
yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis
pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam
hal ini penelitian kuantitatif dapat
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) tes, (2) kuesioner, (3) pedoman
observasi. Namun bila dikaji lebih jauh, sebagaimana yang akan ditunjukan pada
bahasan mengenai tes, akan lebih tepat kalau instrument penelitian dipilahkan
menjadi empat bagian, yaitu: (1) tes, (2) inventori, (3) kuesioner, (4) pedoman
observasi.
Pemilahan
instrument penelitian menjadi empat dipandang lebih tepat, karena masing –
masing jenis instrument memiliki karakteristik yang khas. Dalam tes, khususnya
tes objektif, dikenal adanya jawaban benar
dan salah sehingga dapat diberi skor satu dan nol, masing – masing untuk
jawaban benar dan salah. Dalam inventori dan kuesioner jarang ada pernyataan/pernyataan
yang dapat dinilai secara benar dan salah.
Kuesioner
digunakan untuk menjaring data yang bersifat informative factual, sehingga uji
validitas butir secara empirik tidak dapat dilakukan. Akibatnya tingkat
reliabilitas instrument yang berupa kuesioner tidak dapat diestimasi dengan
menggunakan statistik. Sebaliknya, butir – butir pertanyaan – pertanyaan
didalam tes dan inventori wajib diuji validitasnya secara empirik. Antara tes
dan inventori ada kemungkinan menggunakan cara yang tidak sama.
Pedoman
observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulksn data yang dapat diamati
secara nyata, maka pengujian validitas butir pernyataan dalam pedoman observasi
tidak dapat dilakukan secara empirik. Begitu pula tingkat reliabilitasnya tidak
dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan statistik.
2.2.1
TES
SEBAGAI INSTRUMEN PENELITIAN
Dilihat dari aspek yang diukur , tes
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tes
non-psikologis dan tes psikologis. Jenis tes psikologis dibedakan lagi menjadi
dua macam, yaitu tes psikologis yang mengukur aspek afektif dan tes psikologis
yang digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual.
tes
psikologis yang dirancang untuk mengukur aspek afektif atau aspek
non-intelektual dari tingkah laku umumnya dikenal dengan nama tes kepribadian (personality tests). ”Tes kepribadian”
paling banyak digunakan untuk mengukur karakteristik seperti : pernyataan
emosional, hubungan interpersonal, motivasi, minat, dan sikap. Tes psikologis
jenis inilsh yang dalam bahasan selanjutnya disebut dengan nama inventory
Tes psikologis yang dimaksudkan untuk
mengukur aspek kemampuan intelektual disebut dengan nama tes kemampuan (ability tests). Termasuk dalam kategori
tes kemampuan ini adalah tes bakat (aptitude
tests) dan tes kemahiran (proficiency
tests). Tes prestasi belajar (achievement
tests) termasuk dalam kategori kemahiran (Joni, 1984: 30).
Agar tes yang kita buat mampu memenuhi
ketiga kriteria itu secara optimal, maka
dalam penyusunannya haruslah mengikuti prosedur dan melalui proses yang benar.
Prosedur yang ditempuh dalam menyusun atau mengembangkan tes kemampuan dalam
rangka penelitian pada dasarnya adalah sebagai berikut:
(1) Penetapan Aspek yang
Diukur
Dalam
pengembangan tes hasil belajar ada dua aspek yang mendapat perhatian, yaitu:
1. Materi
pelajaran
2. Aspek
kepribadian (ranah kognitif, afektif, dan/ psikomotor) yang diukur.
(2) Pendeskripsian Aspek
yang Diukur
Pendeskripsian
aspek yang diukur tidak lain dari penjabaran lebih lanjut dari definisi
operasional variable yang telah dilakukan pada langkah pertama. Untuk
penyusunan tes, deskripsi variable ini dituangkan dalam bentuk table
spesifikasi atau lebih dikenal dengan nama kisi-kisi tes. Di dalamnya termuat
materi pelajaran dan aspek kepribadian yang diukur, bentuk tes dan tipe soal
yang digunakan, serta jumlah soal.
(3) Pemilihan Bentuk Tes
Pemilihan
bentuk tes di sini ialah tipe soal dilihat dari caranya peserta tes memberikan
jawaban dan cara peneliti memberikan skor. Jika peserta tes memiliki kebebasan
yang luas dalam menjawab soal-soal tes, maka dikatakan bahwa tes itu adalah tes
subjektif (free answer tests).
Sebaliknya, jika peserta tes tidak memiliki kebebasan dalam menjawab soal-soal
tes, bahkan hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan, maka tes
itu disebut tes objektif (restricted
answer tests).
Dilihat
dari caranya peneliti memberikan skor, tes juga dibedakan menjadi tes subjektif
dan tes objektif. Dinamakan tes subjektif apabila pada waktu member skor,
peneliti harus memberikan pertimbangan terlebih dahulu terhadap jawaban yang
diberikan oleh peserta tes. Setelah itu, barulah ia dapat memberikan skor.
Sebaliknya, suatu tes dinamakan tes objektif manakal peneliti dapat memberikan skor
secara langsung tanpa harus mempertimbangkan jawaban yang diberikan oleh
peserta tes. Hal ini dimungkinkan karena jawaban terhadap tes objektif,
terutama model pilihan, sudah bersifat pasti. Singkatnya, perbedaan tes
subjektif dan tes objektif dapat dilihat dari dua aspek: (1) dari kebebasan
peserta tes dalam menjawab soal-soal tes dan (2) dari caranya memberikan skor.
(4) Penulisan Butir Soal
(5) Perakitan Butir Soal
Perakitan
butir soal ke dalam suatu tes
didasarkan atas bentuk dan tipe soal yang dibuat, bukan disusun menurut
urutan materi pelajaran. Buti-butir soal tes objektif dikelompokkan tersendiri,
demikian juga halnya dengan soal-soal tes subjektif.
(6) Pelaksanaan Uji Coba
Tes
Kegiatan
uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui: (1) validitas butir soal,
(2) tingkat reliabilitas tes, (3) ketepatan petunjuk dan kejelasan bahasa yang
digunakan, dan (4) jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes.
(7)
analisi hasil uji coba
Analisi
terhadap hasil uji coba tes dimaksudkan untuk mengetahui secara empirik
validitas butir soal dan tingkat reliabilitas tes. Ukuran yang digunakan untuk
menilai validitas butir soal adalah indeks kesukaran soal (P) dan indeks daya
beda soal (D).
(8) Seleksi,
Penyempurnaan, dan Penataan Butir Soal
Seleksi
atau penyempurnaan butir soal diperlukan karena biasanya selalu ada soal yang
tidak memenuhi syarat dilihat dari kriteria tingkat kesukaran dan daya beda
soal. Oleh sebab itu, jumlah soal yang ditulis untuk keperluan uji coba selalu
harus lebih banyak dari jumlah yang diperlukan. Lazimnya soal yang tergolong
mudah sebagian ditaruh di bagian paling awal dari tes, sedangkan yang sebagian
lagi ditempatkan di bagian paling akhir.
(9) Pencetakan Tes
Yang
perlu mendapat perhatian dalam hal ini antara lain format, jenis dan model
huruf yang digunakan. Format tes berkenaan dengan tata letak (lay out) dari soal-soal di dalam tes,
sedangkan jenis dan model huruf erat hubungannya dengan besar dan kejelasan
huruf yang digunakan. Semuanya ini perlu diperhatikan agar penampilan tes
menjadi rapi, “indah”, dan jelas sehingga menarik untuk dikerjakan.
Jika
kesembilan tahap dalam penyusunan tes tadi dapat dikerjakan dengan seksama,
kiranya peluang untuk mmemperoleh tes yang valid dan reliable akan lebih besar.
2.2.2
PENYUSUNAN
INVENTORI
Inventori adalah instrument yang
digunakan untuk mengukur karakteristik psikologis tertentu dari individu.
Karena itu, inventori sering disinonimkan dengan tes kepribadian. Perbedaan
yang Nampak jelas antara inventori dengan tes (kemampuan) ialah dalam hal sifat
jawaban yang diberikan. Dalam inventori, jawaban yang diberikan merupakan suatu
keadaan yang sewajarnya, suasana keseharian yang dirasakan dan dialami, atau
sesuatu yang diharapkan. Dengan kata lain, dalam menjawab pernyataan/pertanyaaan
di dalam inventori, orang tidak perlu belajar terlebih dahulu. Cukuplah kiranya
jika ia dapat membaca dan/atau memahami hal-hal yang ditanyakan kepadanya.
Karakteristik inventori yang demikian itu menuntut tata cara penyusunan yang
berbeda dengan tes. Adapun prosedur yang dimaksud adalah:
(1)
Penetapan
Konstruk yang Diukur
Konstruk
menunjuk pada hal-hal yang pada dasarnya tidak dapat diamati secara langsung,
seperti persepsi, minat, motivasi, sikap dan yang sejenisnya. Misalnya,
variable yang akan diteliti adalah “ sikap nasionalisme siswa SMA”. Dari
variable penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa konstruk yang akan diukur
adalah sikap.
(2)
Perumusan
Definisi Operasional.
Definisi
operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat – sifat hal yang
didefinisikan sehingga dapat diamati. Adapun cara yang dapat ditempuh untuk
menyusun definisi operasional variable jenis ini dikelompokan menjadi tiga
bagian yaitu adalah:
a) Yang
menekankan pada kegiatan apa yang dilakukan agar konstruk yang didefinisikan
itu terjadi.
b) Yang
memberikan aksentuasi kepada bagaimana kegiatan itu dilakukan, dan
c) Yang
menitikberatkan pada sifat – sifat statis dari konstruk yang
didefinisikan.(Suryabrata, 1983:84)
(3)
Pendeskripsian
konstruk
Ketika
langkah kita sudah sampai pada kegiatan merumuskan definisi operasional
konstruk (variable) yang akan diukur, seringkali belum dapat secara langsung
disusun alat ukurnya. Definisi operasional itu belum mampu menunjukan scara
rinci mengenai isi konstruk (variable) yang hendak diukur, sehingga diperlukan
adanya deskripsi atas konstruk (variable) tersebut. Untuk mempermudah
penyusunan pernyataan dalam inventori, kebanyakan peneliti menuangkan deskripsi
konstruk (variable) itu dalam bentuk matrik. Contoh dari deskripsi konstruk
(variabel) yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel deskripsi variable
sikap nasionalisme
Konstruk
|
Variable
|
Sub - variabel
|
Indikator
|
Sikap
|
Sikap nasionalisme siswa SMA
|
Cinta dan bangga sebagai bangsa
indonesia
|
v Gemar menggunakan bahasa indonesia
v Suka produksi dalam negeri
v Mengembangkan kebudayaan nasional
|
|
|
Rela berkorban untuk kepentingan
nasional
|
v Mengutamakan kepentingan umum/bangsa
v Besedia mengikuti WAMIL
v Mau bekerja diseluruh wilayah indonesia
|
|
|
Memelihara persatuan dan kesatuan
bangsa
|
v Toleran
v Bersedia menerima perbedaan SARA
v Bersedia ikut dalam program pertukaran pemuda
|
(4) Menyusun butir – butir pernyataan
Setelah deskripsi
variable dapat dirampungkan, maka penulisan butir – butir pernyataan (items)
dalam inventori akan dapat dilakukan secara lebih mudah. Kegiatan menulis
pernyataan – pernyataan ini merupakan langkah yang kritis, karena dari
pernyataan – pernyataan inilah akan dihasilkan data yang diperlukan. Kualitas
penyataan yang dihasilkan tidak hanya ditentukan oleh penguasaan pengetahuan
yang bersifat teoritis, tetapi harus didukung oleh latihan yang terarah,
pengalaman yang cukup, kreatifitas dan kesungguhan, disamping faktor kiat yang
diimiliki oleh masing – masing peneliti.
(5) Pelaksanaan uji coba
Kegiatan uji coba
instrument dalam proses penyusunan inventori mempunyai maksud yang sama dengan
pelaksanaan uji coba tes. Bedanya dalam cara atau tekhnik yang digunakan untuk
menguji validitas butir pernyataan dan mengestimasi tingkat reliabilitas
instrument. Hal ini disebabkan oleh pemberian skor yang bersifat bergradasi.
Seperti halnya tes,
subjek uji coba inventori harus memiliki karakteristik yang sama atau identik
dengan subjek penelitian. Mengenai jumlah subjek yang diperlukan untuk
keperluan uji coba ini berlaku rumus umum yang menyatakan bahwa semakin banyak
subjek akan semakin baik. Jika subjek penelitian terbatas, sebaiknya jumlah
subjek uji coba inventori tidak kurang dari 30.
(6) Analisi hasil uji coba
Dalam inventori, jawaban
responden tidak dapat dinilai benar atau salah, melainkan bergradasi. Oleh
sebab itu, validitas butir pernyataan hanya didasarkan atas indeks daya beda
soal. Sedangkan perhitungan indeks daya beda soal ini dapat menggunakan tekhnik
analisis korelasi atau uji beda nilai rata – rata. Selanjutnya, estimasi
tingkat reliabilitas instrument menggunakan rumus penghitungan koefisien Alpha
dan Kronbach.
(7) Seleksi,
penyempurnaan, dan penataan butir pernyataan
Jarang sekali semua butir
pernyataan dalam suatu inventori dinyatakan valid setelah melalui proses uji
coba. Pengalaman menunjukan bahwa selalu ada butir - butir pernyataan yang dinyatakan kurang atau
tidak valid. Butir pernyataan yang tidak valid perlu diganti, sedangkan yang
kurang valid masih dapat dipakai setelah disempurnakan, setelah itu barulah
dilakukan penataan butir pernyataan.
Ada satu hal yang perlu ditambahkan dalam penyusunan inventori,
yaitu kata pengantar. Lazimnya kata pengantar berisi penjelasan tentang maksud
dan tujuan dilaksanakannya penelitian. Hal ini penting, untuk menghilangkan
ketidakpastian, kecurigaan, dan kehawatiran dalam diri responden, sehingga
mereka akan bersedia memberikan jawaban sebagaimana yang diharapkan. Etika
penelitian sosial juga menyarankan agar maksud dan tujuan penelitian betul –
betul jelas bagi responden sehingga asas informed
consent terpenuhi (Smith, 1981:15). Rekomendasi dari instansi yang
berwenang (misalnya pemerintah daerah, kanwil depdikbud) dapat dicantumkan
sebagai kelengkapan isi kata pengantar. Selain itu jaminan akan kerahasiaan
pribadi dan informasi yang diberikan responden penting juga diutarakan pada
bagian pengantar. Bagian akhir biasanya berisi ucapan terimakasih atas kesediaan
responden untuk membantu menyukseskan pelaksanaan penelitian.
2.2.3 KUESIONER SEBAGAI INSTRUMENT PENELITIAN
Kuesioner
dari kata question = pertanyaan, adalah suatu daftar yang berisi
serangkaian pertanyaan mengenai suatu hal dalam suatu bidang (Koentjaraningrat,
1980:215). Kuesioner banyak digunakan dalam penelitian pendidikan dan
penelitian sosial yang menggunakan rancangan survei, karena ada beberapa
keuntungan yang diperoleh, yaitu adalah:
a)
Dapat disusun secara teliti dalam situasi yang
tenang sehingga pertanyaan – pertanyaan yang terdapat didalamnya dapat
mengikuti sistematik dari masalah yang diteliti.
b)
Penggunaan kuesioner memungkinkan peneliti menjaring
data dari banyak responden dalam periode waktu yang relative singkat.
Adapun kelemahan dari
instrument kuesioner adalah sebagai berikut:
a) Sulit bagi peneliti untuk
menangkap kejadian atau suasana khusus pada waktu data dikumpulkan.
b) Kurang memberi
keleluasaan untuk mengubah susunan pertanyaan agar lebih cocok dengan alam
fikiran atau pengetahuan para penjawab.
c) Penelitian yang hanya
menggunakan kuesioner saja tidak dapat menghasilkan temuan yang mendalam dan
utuh.
Adapun cara penyelesaian/mengantisipasi kelemahan diatas adalah
dengan cara harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan sifat masalah yang
digarap, tujuan yang hendak dicapai, jenis variable penelitian, dan
karakteristik subjek penelitian.
1. Penyusunan kuesioner
Prosedur penyusunan
kuesioner hampir sama dengan prosedur penyusunan inventori. Bedanya terlihat
pada langkah ke lima, yaitu pelaksanaan uji coba instrument. Dalam penyusunan
kuesioner, kegiatan uji coba bukanlah untuk menguji validitas butir pertanyaan
secara statistik, melainkan untuk mengetahui kejelasan petunjuk pengerjaan,
kekomunikatifan bahasa yang digunakan, dan jumlah waktu riil yang dibutuhkan
untuk dapat menjawab semua pertanyaan secara baik. Dengan demikian, prosedur
yang ditempuh dalam menyusun kuesioner adalah:
(1) Menetapkan objek yang
akan diukur
(2) Merumuskan definisi
operasional
(3) Membuat deskripsi dari
objek yang diukur
(4) Menyusun butir – butir
pertanyaan
(5) Melakukan uji coba
(6) Menyempurnakan dan menata
butir – butir prtanyaan dalam satu kesatuan secara sistematis.
Dalam menyusun butir – butir pertanyaan kuesioner ada dua hal
yang perlu diperhatikan secara seksama, yaitu jenis pertanyaan yang
dipergunakan dan tata urutannya didalam kuesioner. Dilihat dari bentuknya ,
pertanyaan yang dapat digunakan dalam kuesioner dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:
1)
Pertanyaan terbuka (tak tersetruktur)
2)
Pertanyaan tertutup ( terstruktur)
3)
Dan pertanyaan semi terbuka
Pertanyaan terbuka hampir
sama pengertiannya dengan soal tes subjektif, yaitu pertanyaan yang jawabannya
bersifat luas dan beragam. Dengan kata lain, responden memiliki keleluasaan
yang besar dalam merespon. Dalam pertanyaan tertutup, keleluasaan yang demikian
itu tidak dimiliki, bahkan kebebasan yang dimiliki responden sangat terbatas,
mengingat jawaban terhadap pertanyaan itu telah tersedia. Responden hanya
tinggal memilih satu atau beberapa dari alternative jawaban yang ada.
Pertanyaan terbuka cocok digunakan jika peneliti bermaksud untuk
memperoleh informasi sebanyak – banyaknya mengenai objek yang diteliti tanpa
struktur yang jelas.
Hal kedua yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kuesioner
ialah tentang tata urutan pertanyaan yang terdapat didalamnya. Pertanyaan –
pertanyaan tersebut hendaknya tidak disusun secara random, melainkan mengikuti
suatu pola tertentu. Adapun pola yang dimaksud dalam hal ini adalah dari
pertanyaan yang mudah menuju ke pertanyaan yang sukar, dari pertanyaan yag
sederhana ke pertanyaan yang kompleks, dari pertanyaan yang bersifat umum
menuju ke pertanyaan yang bersifat khusus.
2. Penggunaan kuesioner
Dalam
penggunaan kuesioner ada langkah – langkah yang harus diambil atau yang perlu
dilakukan yaitu adalah mengadakan
diskusi dengan orang lain yang dianggap tahu dan mampu, misalnya sarjana lain
atau pejabat, untuk memberikan kritik yang sehat dan saran – saran perbaikan
terhadap kuesioner yang telah disusun. Cara lain yang juga dapat ditempuh ialah
melakukan usaha menguji cobakan kuesioner yang telah disusun kepada subjek yang
memiliki karakteristik yang identik dengan subjek penelitian yang sebenarnya.
Suasan yang meliputi wawancara berkuesioner harus bersifat bebas, tanpa ada
perasaan khawatir, curiga atau takut sama sekali,. Ini perlu diingat terutama
jika berhadapan dengan masyarakat desa, karena masih banyak diantara mereka
yang merasa tidak tentram kalau jawabannya yang diberikannya langsung dicatat
diatas kertas oleh peneliti.
2.2.4 PENYUSUNAAN PEDOMAN PENGAMATAN
Pedoman pengamatan (observasi) diperlukan terutama jika peneliti
menerapkan pengamatan terfokus dalam proses pengumpulan data. Dalam pengamatan
terfokus, peneliti memusatkan perhatiannya hanya pada beberapa aspek prilaku
atau fenomena yang menjadi objek sasarannya. Misalkan seorang dosen mengadakan
penelitian untuk mendskripsikan kemampuan mengajar para guru SMP di kabupaten
Malang. Untuk keperluan ini ia menggunakan alat penilaian kemampuan guru (APKG)
sebagai pedoman pengamatan. APKG ini telah menjabarkan secara operasional aspek
prilaku yang harus diamati. Untuk kemampuan membuka pelajaran, misalnya
aspek prilaku yang diamati adalah sebagai berikut ( Turney, 1973; Abimanyu,
1983).
1.
Kemampuan menarik perhatian, dengan deskriptor:
a)
Gaya mengajar yang bervariasi
b)
Menggunakan alat bantu (media) mengajar
c)
Pola interaksi yang bervariasi
2.
Kemampuan menumbuhkan motivasi belajar, dengan
deskriptor:
a)
Bersikaf “hangat” dan antusias
b)
Menimbulkan rasa ingin tahu
c)
Mengemukakan ide yang bertentangan
d) Memperhatikan minat siswa
3.
Kemampuan memberi acuan, dengan deskriptor:
a) Mengemukakan tujuan dan
batas tugas
b) Menyarankan tujuan dan
langkah yang dilakukan
c) Mengingatkan masalah
pokok yang akan dibahas
d) Mengajukan pertanyaan
4.
Kemampuan membuat kaitan, dengan deskriptor:
a) Membuat kaitan antar
aspek
b) Mengaitkan antara yang
sudah diketahui dan yang belum diketahui
c) Menjelaskan konsep lebih
dulu, kemudian diikuti dengan penjelasan materi.
Pedoman pengamatan mempunyai karakteristik yang identik dengan
pedoman wawancara. Sementara itu prosedur pengembangan pedoman wawancara tidak
berbeda dengan prosedur penyusunan kuesioner. Dalam beberapa hal, kuesioner
dapat dipandang sebagai pedoman wawancara dalam wujudnya yang sangat rinci.
Dengan demikian prosedur penyusunan pedoman pengamatan pada prinsipnya sama
dengan penyusunan kuesioner. Dalam penyusunan kuesioner ada 6 tahapan yaitu
adalah:
(1) Menetapkan objek yang
akan diamati
(2) Merumuskan definisi
operasional mengenai objek yang akan diamati
(3) Memuat deskripsi tentang
objek yang akan diamati
(4) Memuat dan menyusun butir
– butir pernyataan singkat tentang indikator dari objek yang diamati
(5) Melakukan uji coba
(6) Menyempurnakan dan menata
butir – butir pernyataan ke dalam satu kesatuan yang utuh dan sistematis.
2.3 KRITERIA INSTRUMEN PENELITIAN YANG BAIK
Ada
tiga kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh suatu instrument penelitian agar dapat
dinyatakan memiliki kualitas yang baik. Kriteria tersebut adalah: (1) validitas, (2) reliabilitas, (3)
praktikabilitas (Gronlund & Linn, 1997:47). Dua kriteria yang disebutkan
pertama perlu mendapatkan perhatian yang seksama dalam pengembangan instrument
penelitian. Seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1973:442), “Apabila seorang
peneliti tidak mengetahui validitas dan reliabilitas instrument yang
digunakannya, maka sedikit keyakinan yang dapat diberikannya kepada data yang
diperoleh dan kesimpulan yang diambil dari data tersebut”.
1. Validitas
Suatu instrument dikatakan
telah memiliki validitas (kesahihan/ketepatan) yang baik ‘ jika instrument
tersebut benar – benar mengukur apa yang seharusnya hendak diukur”. (Nunnally,
1978:86).
Ketepatan beberapa alat
ukur relative mudah ditetapkan, seperti penggaris untuk mengukur panjang dan
timbangan untuk mengukur berat. Validitas instrument lebih tepat diartikan
sebagai derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya
(kebenaran), bukan masalah sama sekali benar atau seluruhnya salah.
Validitas mengacu pada
ketepatan interpretasi yang dibuat dari data yang dihasilkan oleh suatu
instrument dalam hubungannya dengan suatu tujuan tertentu. Sebagai contoh,
sebuah tes yang dipakai untuk keperluan seleksi mahasiswa baru mungkin valid
untuk tujuan tersebut, namun kurang atau tidak valid untuk mengukur tingkat
penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran di SMTA.
Berkenaan dengan hal
tersebut, validitas instrument dibedakan menjadi tiga bagian besar yang dikenal
dengan nama validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk(Gronlund
& linn, 1990; Anastasi, 1988; Kerlinger, 1973)
(1) Validitas isi yang sering juga disebut
dengan validitas kurikuler, validitas intrinsik atau validitas kerevrentatipan,
diartikan sebagai derajat keterwakilan aspek kemampuan yang hendak diukur di
dalam butir – butir instrument. Untuk mengetahui validitas isi suatu instrument
ialah dengan jalan membandingkan butir – butir instrument dengan spesifikasi
(kisi – kisi) instrument yang merupakan deskripsi dari aspek yang hendak
diukur.
(2) Validitas kriteria menunjuk pada seberapa
baik suatu instrument mampu memprediksi penampilan di masa datang atau
mengestimasi penampilan di masa sekarang. Misalnya, untuk mengetahui validitas
prediktif dari tes masuk perguruan tinggi digunakan kriteria prestasi belajar
yang dicapai oleh mahasiswa. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh untuk mengetahui
validitas kriteria ini ialah dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dari
instrument yang mau diuji validitasnya dengan hasil pengukuran instrumen lain
pada tanggal yang kemudian (untuk validitas prediksi) atau dengan hasil
pengukuran instrument lain pada masa sekarang untuk validitas konkuren).
(3) Validitas konstruk merupakan hal yang paling
sulit untuk diketahui, karena hal ini menunjuk pada seberapa jauh suatu
instrument mampu mengukur secara akurat hal – hal yang berdimensi psikologis.
Untuk keperluan ini biasanya digunakan analisis faktor, suatu jenis teknik
analisis statistik yang tergolong dalam statistik lanjut.
2. Reliabilitas
Diartikan
sebagai keajegan (consistency) hasil
dari instrument tersebut. Ini berarti, suatu instrument dikatakan memiliki
keterandalan sempurna, manakala hasil pengukuran berkali-kali terhadap subjek
yang sama selalu menunjukkan hasil atau skor yang sama.
Estimasi
reliabilitas instrument dilandaskan pada teori salah ukur (measurement error) ini. Semakin kecil salah ukur
semakin kecil pula perbedaan skor riil
dengan skor sebenarnya, sehingga koefisien
reabilitasnya menjadi semakin tinggi.
Ada
empat metode yang dapat dipakai untuk mengestimasi tingkat reliabilitas
instrument, yaitu : metode tes ulang (test-retest
method), (2) metode bentuk setara (equivalent
form method), (3) metode belah dua (split
half method), dan (4) metode konsistensi internal (internal consistency method).
3. Praktikabilitas
Syarat
ketiga yang harus dipenuhi oleh instrument untuk dapat dikatakan baik ialah
kepraktisan atau keterpakaian (usability).
Instrumen yang baik pertama-tama harus ekonomis baik ditinjau dari sudut uang
maupun waktu. Kedua, ia harus mudah dilaksanakan dan diberi skor, dan yang
terakhir, instrument itu harus mampu menyediakan hasil yang dapat
diinterpretasikan secara akurat serta dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
memerlukan (Groulund & Linn, 1990)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Instrumen adalah alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang
terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan
dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu
penelitian.
2. Untuk mengumpulkan data
dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia
dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah
tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk
mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
3. Instrument penelitian
memiliki kualitas yang baik bila memenuhi tiga dari criteria pokok instrument
yaitu adalah: validitas, reliabilitas, dan praktikabilitas.
4. Validitas adalah sejauh
mana suatu instrumen melakukan fungsinya atau mengukur apa yang seharusnya
diukur. Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam
melakukan fungsinya.
5. Reliabilitas menunjukkan
sejauh mana instrumen dapat dipercaya. Makin cocok dengan sekor sesungguhnya makin
tinggi reliabilitasnya. Reliabilitas juga merupakan derajat kepercayaan dimana
skor penyimpangan individu relatif konsisten terhadap tes sama yang diulangi.
6. Praktikabilitas adalah
aspek kemudahan pemakaian dari suatu instrument, baik dilihat dari aspek
ekonomi,ketersediaan waktu, serta pemanfaatan hasilnya.
7. Adapun prosedur/tahapan
penyusunan dari ketiga instrument penelitian intinya sama. Yaitu adalah:
1) Menetapkan objek yang
akan diamati
2) Merumuskan definisi
operasional mengenai objek yang akan diamati
3) Memuat deskripsi tentang
objek yang akan diamati
4) Memuat dan menyusun butir
– butir pernyataan singkat tentang indicator dari objek yang diamati
5) Melakukan uji coba
6) Menyempurnakan dan menata
butir – butir pernyataan ke dalam satu kesatuan yang utuh dan sistematis.
DAFTAR
PUSTAKA
Dasar
– dasar Metodologi Penelitian, JL. Surabaya 6 Malang: lembaga penelitian IKIP MALANG, 1997.
WWW.google.com,
Pengembangan
Instrument Penelitian.
Penerapan Model
Pembelajaran Quantum Teaching dengan Penilaian Portofolio untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Pokok Bahasan Persegi Panjang
dan Persegi pada Siswa Kelas VII A MTs Negeri Batu Tahun Ajaran 2009/2010, Sofyan Abu Najib, UNISMA: Skripsi 2010.
kelinci99
ReplyDeleteTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino