Skip to main content

SEKILAS MENGENAI PERANGKAT PEMBELAJARAN

Dalam dunia pendidikan kita diharuskan untuk membuat perangkat pembelajaran agar cara belajar dan mengajar bisa epektif dan berjalan dengan baik. Seorang pendidik selain harus mampu atau menguasai bidang keahliannya atau jurusan pendidikan yang diampunya maka dituntut harus mampu pula membuat perangkat pembelajaran. kenapa seperti itu, karena dengan perangkat pembelajaran maka kita akan mudah mengelola kelas dengan baik, dalam artian sebelum masuk ke kelas maka kita sudah menyiapkan segala macam kebutuhan dengan persiapan yang matang. Berikut beberapa perangkat pembelajaran yang harus disiapkan oleh pendidik sebelum dia masuk ke ruangan kelas: 1. Pekan efektif ini biasanya didapatkan dengan melihat kalender pendidikan 2. Prota atau sering dikenal dengan program tahunan 3. Promes atau program semester Silabus 4. RPP (Rencana Perangkat Pembelajaran) Format penilaian 5. Buku materi pembelajaran itu adalah hal-hal yang dibutuhkan dalam pembuatan perangkat pembelajaran. Selain itu

Karena Jambu Biji Merah


KARENA JAMBU BIJI MERAH
“Haduch...capek sekali hari ini” ujar Halim salah seorang penimba ilmu di surau pak Agus sembari berjalan menyusuri jalan yang dilaluinya.
Ya..hari lumayan agak gelap karena daerah tersebut lumayan agak jauh dari perkampungan. Tak ada jalan lain Halim harus tetap melewati jalan setapak, karena itulah jalan satu – satunya yang paling dekat menuju surau pak Agus. Tiap hari Halim harus melewati jalan setapak demi menimba ilmu, namun hal itu senantiasa membuatnya tetap bertahan menuju surau pak Halim.
Hari demi hari di laluinya menapaki jalan setapak itu. Jalanan yang becek dan suara guntur menggelegarpun sudah menjadi teman keseharian baginya bila sudah datang musim penghujan.  Andai saja ada orang kaya yang mau menyumbangkan sebagian hartanya untuk sekedar membangun jalan itu, mungkin ceritanya akan lain. Jalan yang dilaluinya mungkin akan menjadi jalan yang enak untuk diinjak oleh sandal bututnya, dan tak ada lagi tanah lengket yang menempel di sandal bututnya itu.
Setibanya di surau pak Agus, ternyata dirinya sudah tertinggal beberapa bait hapalan matan jurumiah yang harus dihapal oleh setiap anak yang ngaji di surau tersebut. Dengan rasa sungkan dan malu dirinya menghampiri pak Agus yang merupakan gurunnya itu untuk sekedar meminta maaf karena terlambat. Untunglah pak Agus memakluminya karena rumahnya lumayan jauh dibandingkan dengan teman – temannya yang lain.
Tak berselang lama hujan mengguyur daerah itu. Lampu lima watt yang biasa digunakan untuk penerang anak – anak mengajipun padam. Tak ada cahaya yang menerangi anak – anak surau sederhana itu untuk menimba ilmu. Bahkan lilin kecil saja sebagai pengganti lampupun tak ada di surau sederhana itu. Ya..karena surau tersebut jauh dari perkampungan, jauh pula dari warung. Namun aktifitas menghafal matan jurumiahpun tetap dilanjutkan walau mereka tak melihat tulisannya. Ya..karna kemahiran pak Agus yang meski sudah sepuh namun dirinya masih menginngat banyak hal terutama mengenai keagamaan, apalagi hanya sekedar matan jurumiah. Pak Agus masih dengan tenangnya menuntun anak – anak melanjutkan menghafal matan jurumiah itu.
Hari sudah lumayan malam,,,mungkin sekitar jam 21.00. anak – anak surau sederhana itu sudah merasakan lelah untuk sekedar melanjutkan menghafal matan jurumiah itu. Meski mereka tak bisa melihat arah jarum jam, namun mereka sudah tau betul bahwa sudah waktunya berhenti mengaji dan waktunya pulang. Kegiatan menghafal matan jurumiah itu dihentikan oleh pak Agus walau tanpa diminta oleh anak – anak. Pak Agus seakan faham suara anak – anak sudah tak bersahabat lagi untuk melanjutkan hafalan tersebut.
Teman – teman Halim langsung berpamitan pulang dan menuju rumahnya, namun Halim tak berani untuk pulang malam ini karena hujannya lumayan deras. Bagaimana jadinya bila dirinya harus memaksakan diri untuk pulang dalam keadaan hujan seperti ini, bahkan lampupun padam tak ada cahaya yang menerangi jalan walau sekedar terlihat lamat – lamat.
“Halim kamu tak pulang lim?” ujar salah seorang teman baiknya.
“Tidak, saya tak berani pulang! Lagipula saya tak bawa payung,dan jalanan sangat gelap bagaimana saya bisa melewati jembatan kecil menuju jalan ke rumah.” Sahut Halim lirih.
“Sudah tidak usah khawatir...kau menginap di surau ini saja bersama bapak! Esok pagi – pagi buta baru kau pulang, insyaAllah ibumu memakluminya.” Ujar pak Agus yang seakan tahu kegundahan muridnya itu.
Malam itu Halim menginap bersama dengan pak Agus di surau sederhana itu. Tanpa ada cahaya sedikitpun yang menerangi mereka.
Semalaman Halim dan pak Agus bersama. Mereka layaknya anak dan bapak yang beradu menghilangkan lelah. Sebelum mereka terlelap tidur pak Agus banyak bercerita mengenai kisah – kisah nabi dan para sahabat yang berjuang mati – matian membela agamanya sampai titik darah penghabisan.
Dizaman sekarang ini masihkah ada orang – orang seperti para sahabat yang berani mempertaruhkannya nyawa, harta dan keluarganya di jalan Allah. Entahlah mungkin di zaman sekarang ini hanya ada satu dari jutaan ribu penghuni dunia yang seperti para sahabat.
Jangankan mempertaruhkan nyawa untuk membela agamanya yang menjadi panutan dan tuntunan hidupnya. Hanya untuk sekedar membela keadilan dan mempertahankan kejujuranpun mungkin masih perlu dipertanyakan. Ada berapa banyak manusia di muka bumi ini yang mampu dan sanggup melakukan itu. Mungkin seribu satu kali....! lihat saja si penggondol uang rakyat yang disebut dengan elit politik dan tikus – tikus berdasi yang punya tampang gagah dan maco yang siap merampok dan menikmati uang rakyat tanpa tahu malu. Mereka tak menghiraukan rakyatnya mati kelaparan bahkan tak menghiraukan pula didekatnya ada pengemis jalanan yang menunggu uluran tangan untuk sekedar menghilangkan rasa lapar. Tapi sudahlah itu bukan urusan kita, kita hanyalah kaum lemah yang hanya bisa berharap semoga suatu hari nanti para petinggi – petinggi kita tak lagi menggondol uang rakyat dengan semena – semena. Semoga mereka menjadikan kejujuran dan keadilan sebagai syarat utama jadi pemimpin negri ini. Hingga di negri ini tak ada lagi peristiwa miris menimpa para kaum papa.
Di sepertiga malam pak Agus dan Halim sudah bangun. Mereka beranjak menuju tempat wudu , tak lupa di sepertiga malam itu Halim dan pak Agus solat tahajud berjamaah. Selepas solat Halim langsung membaca ayat – ayat suci Al-qur’an yang dilantunkan lewat pengeras suara sederhana yang ada di mesjid kecil itu, hingga waktu subuh datang menjelang.
Pagi – pagi buta Halim langsung pulang menuju rumah sederhananya untuk membantu sang ibu memberi pakan kambing milik orang lain yang disewakan kepadanya. Ya...hanya dari itulah kehidupan Halim dan sang ibu tercukupi.
Disepanjang perjalanan pulang, Halim merasa ada yang tidak beres dengan perutnya. Barulah dirinya ingat bahwa dua hari ini dirinya belum menyantap nasi sepiringpun. Terakhir dirinya menyantap makanan hanyalah ubi rebus yang dijadikannya sebagai pengganti nasi, itupun dilakukannya kemarin sore sebelum dirinya berangkat menuju surau pak Agus. Dirinya merasa tak tahan menahan sakitnya rasa lapar.
“Tuhan harus bagaimana ini?perutku sangat sakit! Sementara perjalanan menuju rumah masih lumayan jauh.” Halim mengaduh kesakitan sembari berharap semoga ada makanan ditempat yang dilewatinya.
Tak lama kemudian dirinya melihat pohon jambu biji di pinggir jalan yang dilewatinya. Sepertinya tuhan mengirimkan pohon jambu itu untuknya. Tak fikir panjang dirinya langsung memetiknya dan menyantap jambu biji itu. Sungguh nikmat rasanya, lumayan jambu biji yang cukup besar, jambu biji itu dalamnya merah. Mungkin inilah yang dikenal orang – orang dengan sebutan jambu biji merah. Halim menyantap dengan lahapnya.
Halim langsung melanjutkan perjalanannya hingga sampai ke rumah dan tak lupa mencari rumput untuk pakan kambing yang disewanya dari tetangganya itu. Dirinya menuju ke sebuah hutan tempat dimana dirinya mencari rumput seperti biasa.
Disepanjang perjalanan dirinya terbersit kata – kata pesan gurunya yang selalu berpesan, “Jadilah orang jujur dan janganlah sekali – kali kau memakan barang subhat apalagi barang haram!!!!.”
Ya...kata – kata itulah yang selalu dipesankan pak Agus kepada anak – anak didiknya selama ini di surau sederhana itu. Pak Agus memang selalu wanti – wanti kepada anak didiknya untuk berhati – hati dalam memakan makanan yang dimasukan ke dalam tubuh. Semiskin apapun jangan sampe memakan barang hasil curian.
Halim yang selalu mengingat kata – kata guru kebanggaannya itu langsung merasa sangat bersalah karena dirinya telah memakan jambu biji yang dipetiknya dipinggir jalan setapak itu. Kala itu dirinya bingung dan harus bertanya kepada siapa. Tak ada seorangpun di hutan itu yang bisa diajaknya bicara. Yang ada di hutan itu hanyalah pepohonan yang tinggi menjulang ke atas dan rumput – rumput liar yang menghadang langkahnya setiap kali dirinya menginjakan kaki ke tanah.
Tak fikir panjang Halim langsung bersijingkat menuju rumah pak Agus si guru ngajii di surau kecil itu. Namun dirinya kali ini tak beruntung seperti biasanya. Sang guru sedang ke luar kota untuk berdakwah selama satu bulan. Tak tahu siapa yang akan ditanyainya kala itu akhirnya dirinya pulang melewati jalan setapak yang biasa dilewatinya. Dicarinya tempat pohon jambu yang jambunya dipetiknya tadi pagi.
Alhasil ditempat itu ada seorang laki – laki tua didekat pohon jambu itu. Tak mau kehilangan jejak si bapak tua itu, akhirnya dirinya agak berlari menghampiri si bapak tua itu. Bapak tua itu berjenggot dan tubuhnya terlihat lumayan kekar. Halim agak takut dibuatnya, namun dirinya harus memberanikan diri untuk mengatakan bahwa dirinya tadi pagi memetik jambu biji itu. Wong cuma jambu biji masa tak dikhlaskan.
“Mohon maaf bapak apa bapak pemilik jambu ini?” tanya Halim sembari menghampiri bapak tua itu.
“Ia saya pemilik jambu ini dan kebun sepanjang perjalanan setapak ini adalah tanah milik saya.” Ujar bapak tua dengan agak sombong.
“Maaf bapak,, saya tadi pagi memetik jambu milik bapak ini karena saya merasa sangat lapar. Saya terpaksa memetiknya untuk sekedar menghilangkan rasa lapar saya. Mohon bapak mengihlaskannya.” Pinta Halim.
“Saya mengihlaskannya....”
“Alhamdulillah terimakasih bapak...” Halim menyahut perkataan bapak tua itu dengan cepatnya sembari mencium tangan si bapak tua.
“Tapi ada saratnya,,,nak! Kamu harus menebus kesalahanmu.” Ujar bapak tua itu.
“Apa saratnya pak?” tanya Halim dengan sangat cepat dan agak heran, masa ada orang sepelit ini. Padahal tadi bapak tua itu mengatakan bahwa dirinya merupakan pemilik kebun sepanjang perjalanan jalan setapak yang sering dilewatinya itu.
“Apa kau yakin mau menerima sarat saya?”tanya si bapak tua, seakan menegaskan pertanyaannya itu.
“Ia saya akan menerima syarat bapak selagi itu bisa membuat bapak merelakan jambu biji yang saya petik dan saya makan dari kebun bapak ini.”
“Kau harus menikahi anaku yang buta, tuli dan bisu! Apa kau sanggup?” ujar si bapak tua dengan seenaknya.
“MasyaAllah...syarat apakah ini?” fikir Halim dalam hatinya sembari memandangi bapak tua itu.
“Bagaimana?”
“Baiklah pak,,,saya setuju.”jawab Halim dengan agak ragu.
“Kalau begitu kau datanglah ke rumahku besok pagi! Jangan lupa bawa keluargamu untuk melamar anaku! Tak usah kau bawa mas kawin atau apapun untuk melamar anaku! Kau hanya tinggal datang dengan kelurgamu. Ini kau ambil kartu nama dan alamat rumahku supaya kau bisa menepati janjimu.” Jawab si bapak tua sembari pergi meninggalkan Halim yang terpaku sendirian.
“MasyaAllah dizaman sekarang ini sudah modern, ternyata masih ada orang sepelit itu? Aku harus menikah dengan wanita bisu,tuli,dan buta?sanggupkah aku hidup dengan orang seperti itu?bahkan aku saja tak tahu dan tak mengenali wanita itu. Sudahlah mungkin inilah nasibku yang telah jadi suratan takdir yang diatas!seperti apapun wanita itu, bukankah dia juga sama ciptaan-NYA, tak ada yang membedakan manusia di muka bumi ini. Yang membedakan hanyalah iman dan takwanya.” Halim bergulat dalam batinnya.
Dirinya pulang dengan membawa rumput untuk pakan kambing sewaannya. Sementara itu batinnya masih saja merasa diganggu dengan kejadian percakapan dengan bapak pemilik kebun tadi. Bagaimana jadinya bila sang ibu tahu, bagaimana pula respon sang ibu bila dirinya tiba – tiba harus melamar anak orang, padahal selama ini memperkenalkan calon istri ke ibu saja belum pernah. Bahkan ketika ibunya mengatakan cepat – cepat nikah saja dirinya selalu menghindar dengan segudang alasan .
Tak tahulah,,,yang dirasakan Halim saat ini bingung dan tak tahu bagaimana cara mengawali pembicaraan itu kepada ibunya. Hari mulai sore,,namun hari ini pak Agus masih belum bisa memberikan pengajiannya kepada anak – anak surau kecil itu termasuk kepada Halim yang masih bingung dengan permasalahannya. Andaikan saja pak Agus tidak sedang menjalankan tugasnya, sudah barang pasti dirinya langsung menghampiri pak Agus dan menumpahkan rasa bingungnya itu ke pak Agus. Namun hal itu sekarang tak mungkin dilakukannya.
“Bu...andai aku berniat meminang seseorang sekarang – sekarang ini, apa ibu tidak keberatan?” tanya Halim disela – sela makan malam yang alakadarnya beserta dengan ibunya.
“Meminang anak orang?sejak kapan kau punya calon?kenapa tak bilang dari dulu?anak mana dia, keturunannya gimana?solehah apa kagak?.” Sang ibu langsung memberondongnya dengan segudang pertanyaan.
Nah sama sudah dengan semua yang difikirkan Halim selama ini. Pastilah ibunya akan sangat terkejut. Pastilah pertanyaan itu yang muncul dari mulut sang ibu. Haduch – haduch,,,,Halim merasa kebingungan sendiri mencari – cari jawaban yang pas untuk ibunya apa. Tapi daripada berbohong dan tidak jujur malah nambah runyam keadaan akhirnya Halim berkata jujur apa adanya.
Awalnya ibunya tak menyetujui dengan keputusan Halim, namun setelah berfikir bolak – balik dengan waktu yang sangat singkat akhirnya sang ibu mengizinkannya. Tentunya setelah solat isya itu ibunya menderes Al-qur’an dan berdo’a dikhususkan untuk anaknya semoga itu jalan yang terbaik.
Tak terasa pagi hari sudah tiba. Sang ibu dan Halim bergegas membawa makanan seadanya, meski kata si bapak tua itu tak usah membawa apapun namun sebagai tanda untuk meminang anaknya tentunya membawa barang atau makanan alakadarnya.
“Assalamualaikum,,,”
“Waalaikumussalam...”Jawab bapak tua sembari langsung mempersilahkan Halim dan ibunya masuk.
Berbasa – basi dan saling memperkenlakan diri tentunya itulah yang dilakukan oleh mereka, karena mereka belum saling mengenal satu sama lain.
“Bagaimana dengan putri bapak apakah dia setuju dengan rencana ini?” Tanya si ibu.
“Kalau anak saya senantiasa menyerahkan semuanya kepada saya bu, insyaAllah dia langsung setuju – setuju saja, asalkan didampingkan dengan laki – laki yang soleh dan baik.” Jawab si bapak tua itu.
Tiga minggu setelah lamaran, mereka langsung melangsungkan akad nikah. Pernikahan itu lumayan meriah dihadiri dengan berbagai kalangan. Tentunya bapak tua itu merupakan bapak yang lumayan kaya ternyata di kampung tersebut. Halim dan ibunya tak tahu mengenai hal itu karena mereka baru mengenal bapak tua itu hanya sekitar tiga minggu.
Resepsi pernikahan telah usai. Hari sudah mulai larut, para tamu undanganpun sudah kembali ke rumah mereka dan keadaan rumah bapak tua itu sudah mulai sepi oleh pengunjung.
Selepas solat, Halim dipersilahkan oleh bapak tua itu untuk beristirahat ke tempat yang telah disediakan. Tak lain dan tak bukan yaitu kamar yang disediakan sebagai kamar pengantin.
Halim yang lelah dan capek langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur empuk yang disediakan untuknya, namun dirinya masih bertanya – tanya dimanakah putri si bapak tua yang kini sudah menjadi istrinya, yang katanya tuli, bisu, dan buta itu. Seharusnya wanita itu ada di kamar ini saat ini. Tak begitu lama si wanita yang difikirkannya itu muncul menghampirinya. Dadanya berdegup kencang ketika melihat paras wajah wanita itu, Halim tak berkedip sedikitpun ketika melihat wanita itu. Masyaallah cantik nian wajah si wanita ini, bibirnya merah merona namun alami tanpa lipstik, wajahnya putih berseri, rambutnya panjang bergelombang seakan meminta dielus oleh sang suami yang telah halal saat itu. Hilman langsung teringat kata – kata bapak tua itu kalau istrinya itu buta. Hilman melihat wajah sang istri tak ada kekurangan sesuatu apapun pada mata wanita ini. Tiba – tiba si wanita itu mengatakan sesuatu.
“Assalamualaikum wahai suamiku yang telah halal bagiku,,,! Tidakah kau ingin mengenalku?” sapa si wanita cantik dihadapannya itu.
“Kau bisa bicara?” tanya Halim heran.
“Ya,,,tentu saya bisa bicara! Memangnya kenapa kau bertanya seperti itu?bukankah yang mengucapkan salam itu aku?”
“Apa benar kau anak bapak pemilik jambu yang ku petik jambunya?mengapa kau bisa bicara, tidak buta dan tidak pula tuli?” tanya Halim heran.
“Memangnya siapa yang mengatakan aku ini buta, tuli, dan bisu?”
“Ayahmu yang mengatakannya padaku....! jangan – jangan kau bohong kau bukan anak bapak pemilik jambu itu” jawab Hilman dengan sigap.
“Kalau kau tak percaya mari kita temui bapakku sekarang! Aku memang anaknya bapak pemilik jambu yang kau petik waktu itu.”
Seketika itu Halim dan sang istri menemui bapak tua yang merupakan ayah dari  wanita cantik itu. Halim membuktikan kebenaran itu dan bertanya kepada si bapak tua tersebut prihal paras anaknya yang dibicarakan kala itu.
“Aku tak berbohong kepadamu! anaku memang buta, bisu, dan tuli dikacamata penglihatanku! Maksudku dia buta adalah dia tak pernah sembarangan melihat sesuatu yang bukan haknya, dia tuli dari hal – hal yang tidak pantas didengar oleh telinganya karena sebisa mungkin dia menjaga pendengarannya. Dia juga bisu karena dia senantiasa menjaga lisannya dari kejahatan lisan yang tidak sepantasnya dibicarakan olehnya, dia senantiasa berusaha menjaga dirinya!!!”
Saat itu Halim merasa bersyukur bertemu dengan wanita yang solehah yang sekaligus kini jadi istrinya, menjadi miliknya seutuhnya. Sungguh wanita idaman kaum lelaki, ya....laki – laki yang baik hanya untuk wanita yang baik pula.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Hakikat dan Konsep Pendidikan Seumur Hidup Dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN   1.1. Latar belakang masalah. Pendididkan adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Dengan pendidikan akan meninggikan manusia dan merendahkan manusia yang lain, manusia akan dianggap berharga bila memiliki pendidikan yang berguna bagi sesamanya. Masa dari pendidikan sangatlah panjang, banyak orang yang beranggapan bahwa pendidikan itu berlangsung hanya disekolah saja, tetapi dalam kenyataanya pendidikan berlangsung seumur hidup melalui pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupanya. Islam juga menekankan pentingnya pendidikan seumur hidup, Nabi pernah bersabda : Tuntutlah ilmu dari buain sampai meninggal dunia . Hal ini menunjukan bahwa pendidikan berlangsung tanpa batas yaitu mulai sejak lahir sampai kita meninggal dunia. Selain itu islam juga mengajarkan untuk mempelajari tidak hanya ayat qouliyah saja, tetapi ayat-ayat kauniyah, atau kejadian-kejadian di sekitar kita. Maka jelaslah sudah bahwa pendidikan seumur hidup itu s

Makalah Pengembangan Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Masalah          Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.           Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula

CONTOH SOAL LOGIKA DAN BANGUN RUANG DIMENSI TIGA

SOAL LOGIKA DAN BANGUN RUANG DIMENSI TIGA 1.       Dalam logika matematika ada yang dinamakan kalimat terbuka, pengertian dari kalimat terbuka adalah....... A.     Kalimat yang belum dapat ditentukan nilai kebenarannya karena masih mengandung peubah (variabel). B.      Kebalikan dari suatu pernyataan yang telah ditentukan nilai kebenarannya. C.      Kalimat sangkalan/ingkaran dari suatu pernyataan. D.     Kalimat deklaratif faktual (pernyataan fakta). E.      Kalimat majemuk dengan menggunakan kata hubung jika hanya jika. 2.       Ingkaran/negasi dari “Semua binatang berkaki empat” adalah...... A.     Semua binatang tidak berkaki empat. B.      Semua binatang berkaki empat. C.      Ada binatang yang tidak berkaki empat. D.     Ada binatang yang berkaki empat. E.      Ada binatang jika dan hanya jika berkaki empat. 3.       Kalimat pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “Dan” adalah...... A.     Konjungsi B.      Disjungsi C.      Impli